Minggu, 05 Februari 2012

PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA


PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

 SUMIATINOR

 

A. Pendahuluan

   Istilah penilaian atau dalam bahasa Inggris dikenal evaluation atau assessment, bukan merupakan istilah baru bagi insan yang bergerak pada lapangan pendidikan dan pengajaran. Pada akhir suatu program pendidikan dan pengajaran, pada umumnya diadakan asesmen atau penilaian. Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Tujuan asesmen adalah untuk mengetahui apakah program pendidikan, pengajaran tersebut telah dikuasai oleh peserta didik atau belum. Penilaian/Asesmen pencapaian kompetensi dasar peserta didik, dilakukan berdasarkan indikator dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
Hakikat pola penilaian yang dikembangkan dalam Kurikulum yang berbasis kompetensi lebih diarahkan pada pengukuran yang seimbang pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor, serta menggunakan prinsip berkesinambungan dan otentik guna memperoleh gambaran (profiles) keutuhan prestasi dan kemajuan belajar siswa.
Sumarna Surapranata, Muhammad Hatta (2004) menyatakan dewasa ini, di beberapa negara termasuk Indonesia, penggunaan tes sebagai salah satu alat penilaian  sedikit demi sedikit bergeser kepenggunaan asesmen bentuk  lain (alternative assesment). Salah satu sebab karena sebagian guru kurang memahami asesmen secara mendalam. Kebanyakan guru tidak memiliki latar belakang pendidikan formal secara khusus dalam penilaian pendidikan.
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan dari hasil observasi peneliti di SD yang digunakan PPL (Praktik Pengalaman Lapangan), guru masih cenderung menggunakan model tes dalam asesmennya, baik dalam menilai proses dan hasil pembelajaran, tanpa menghiraukan apakah itu mengukur aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Di beberapa tempat bahkan dapat dengan mudah menemukan kumpulan soal-soal, sekalipun soal itu tidak atau belum baku atau layak untuk digunakan. Guru juga menggunakan tes yang diperjual belikan di pasaran bebas, yang merupakan tes yang kurang baik, dan tidak sesuai dengan kompetensi yang dituntut dalam kurikulum.
Dengan mengkaji kenyataan yang ditemukan di lapangan, nampak ada ketidaksesuaian antara pembelajaran dengan sistem penilaian yang digunakan. Proses penilaian yang biasa dilakukan guru selama ini hanya mampu menggambarkan aspek penguasaan konsep peserta didik. Untuk itu perlu diupayakan suatu teknik penilaian yang mampu mengungkap aspek produk maupun proses, salah satu dengan menerapkan penilaian otentik. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Gronlund (dalam Bistok Sirait, 1985 : 153) bahwa sekalipun penilaian terhadap kinerja siswa itu amat penting, namun berdasarkan hasil observasi di lapangan para guru merasa kesulitan dalam melaksanakan karena belum memahami prosedur penggunaannya.
Sebagai contoh kasus ialah, bahwa kegiatan pembelajaran yang melibatkan kinerja siswa dalam melakukan percobaan sudah sering diterapkan, namun terhadap kinerja siswa tersebut belum pernah dilakukan penilaian. Menurut pengakuan sejumlah guru SD hal ini disebabkan penataran atau pelatihan yang secara khusus membahas penerapan penilaian otentik belum pernah diikuti atau belum pernah diadakan di tingkat pendidikan dasar. Kondisi tersebut mengakibatkan pengetahuan, pengalaman maupun penguasaan guru terhadap proses asesmen masih kurang.
Agar hasil belajar dapat diungkap secara menyeluruh, maka selain digunakan alat ukur tes obyektif dan subyektif perlu dilengkapi dengan alat ukur yang dapat mengetahui kemampuan siswa dari aspek kerja ilmiah (keterampilan dan sikap ilmiah) dan seberapa baik siswa dapat menerapkan informasi pengetahuan yang diperolehnya. Alat penilaian yang diasumsikan dapat memenuhi hal tersebut antara lain adalah dengan penilaian otentik yang meliputi jenis Penilaian Kinerja (Performance Assess-ment), Penilaian Karya (Product Assessment), Penilaian Penugasan, Penilaian Proyek, dan Penilaian Portofolio. Asesmen otentik adalah praktik asesmen yang secara langsung dan bermakna  dalam arti apa yang diases adalah merupakan sesuatu yang benar-benar diperlukan dalam kehidupan nyata siswa
 Dengan menerapkan penilaian otentik terhadap siswa, dapat dikumpulkan bukti-bukti kemajuan siswa secara aktual yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya. Selain itu penilaian dengan cara ini dirasakan lebih adil dan fair bagi siswa serta dapat meningkatkan motivasi siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.(Asmawi, Z. dan Nasution, N. 1994).
Berdasarkan uraian di atas kiranya perlu diadakan pelatihan merancang asesmen otentik berdasarkan kompetensi dasar yang tertera dalam silabus masing-masing mata pelajaran, karena dapat menambah wawasan guru tentang bentuk asesmen/penilaian alternative. Pelatihan ini difokuskan pada asesmen otentik pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

B. Pengertian Asesmen Otentik

Dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan dalam pasal 64 ayat 1 dinyatakan bahwa penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan. Pasal 19 ayat 3 dinyatakan bahwa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah penilaian menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai, dan teknik penilaian tersebut dapat berupa tes tertulis, observasi, praktek dan penugasan.
Penilaian merupakan suatu kegiatan yang tidak mungkin dipisahkan dari kegiatan pendidikan dan pengajaran secara unum Semua kegiatan pendidikan yang dilakukan selalu diikuti atau disertai dengan kegiatan penilaian. (Burhan Nurgiyantoro, 2001: 3). Pendapat ini juga sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Jonathan.Mueller dalam http://jonathan.mueller.faculty.noctrl.edu/toolbox/examples.htm
Assessment is an integral part of instruction and learning. When assessment is located in the classroom, it has the most immediate value. This is why assessment cannot be separated from instruction. With good assessment we can improve instruction, and with good instruction we can improve the achievement of all students.

            Asesmen otentik adalah suatu penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks dunia “nyata” yang memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan masalah yang memberikan kemungkinan bahwa satu masalah bisa mempunyai lebih dari satu macam pemecahan. Dengan kata lain, asesmen otentik memonitor dan mengukur kemampuan siswa dalam bermacam-macam kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi dalam situasi atau konteks dunia nyata. Dalam suatu proses pembelajaran, nyata. Dalam suatu proses pembelajaran, penilaian otentik mengukur, memonitor dan menilai semua aspek hasil belajar (yang tercakup dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotor), baik yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran, maupun berupa perubahan dan perkembangan aktivitas, dan perolehan belajar selama proses pembelajaran didalam kelas maupun diluar kelas.
Menurut (Hart, 1994), asesmen otentik yaitu suatu asesmen yang melibatkan siswa di dalam tugas-tugas otentik yang bermanfaat, penting, dan bermakna. Berbagai tipe asesmen otentik menurut Hibbard (2000) adalah: 1) asesmen kinerja, 2) observasi dan pertanyaan, 3) presentasi dan diskusi, 4) proyek dan investigasi, dan 5) portofolio dan jurnal. Hal senada juga dijelaskan oleh David W. Johnson dan Roger T. Johnson (2002) bahwa otentik asesmen meminta siswa untuk mendemonstrasikan keterampilan atau prosedur dalam konteks dunia nyata.
“Authentic assessment requires students to demonstrate desired skills or procedure in real-life contexs. To conduct an authentic assessment in science, for example: you may assign students to research teams that work on a cure for cancer bay (1) conducting an experiment, (2) writing a lab report summarizeng results, (3) writing in journal article, and making oral presentation”.

Penilaian otentik juga disebut dengan penilaian alternatif. Pelaksanaan penilaian otentik tidak lagi menggunakan format-format penilaian tradisional (multiple-choice, matching, true-false, dan paper and pencil test), tetapi menggunakan format yang memungkinkan siswa untuk menyelesaikan suatu tugas atau mendemonstrasikan suatu performasi dalam memecahkan suatu masalah. Format penilaian ini dapat berupa : a) tes yang menghadirkan benda atau kejadian asli ke hadapan siswa (hands-on penilaian), b) tugas (tugas ketrampilan, tugas investigasi sederhana dan tugas investigasi terintegrasi), c) format rekaman kegiatan belajar siswa (misalnya: portfolio, interview, daftar cek,
dsb.
 Pada hakikatnya, kegiatan penilaian yang dilakukan tidak semata-mata untuk menilai hasil belajar siswa saja, melainkan juga berbagai faktor yang lain, antara lain kegiatan pengajaran yang dilakukan itu sendiri. Artinya, berdasarkan informasi yang diperoleh dari penilaian dapat pula dipergunakan sebagai umpan balik penilaian terhadap kegiatan pengajaran yang dilakukan (Burhan Nurgiyantoro, 2001: 4)
(O’Malley dan Pierce, 1996:4) mendefinisikan authentic assessment sebagai berikut:
"Authentic assessment is an evaluation process that involves multiple forms of performance measurement reflecting the student's learning, achievement, motivation, and attitudes on instructionally-relevant activities. Examples of authentic assessment techniques include performance assessment, portfolios, and self-assessment."

Asesmen otentik menggambarkan kemampuan siswa, prestasi, motivasi, dan sikap, pada kegiatan pembelajaran yang relevan, yang meliputi, asesmen performansi, portofolio, dan asesmen diri).
            “Authentic assessment is a term used to describe real task that required students to perform and/or produce knowledge rather than reproduce information others have discovered (Johnson, D.W., & Johnson R.T. 2002)

Asesmen otentik juga merupakan sebutan yang digunakan untuk menggambarkan tugas-tugas yang riil yang dibutuhkan siswa-siswa untuk dilaksanakan dalam menghasilkan pengetahuan daripada mereproduksi informasi. Sebagai contoh, dalam pembelajaran metematika seorang siswa belumlah dikatakan belajar secara bermakana bilamana dia belum mampu menggunakan rumus-rumus matematis yang dipelajarinya untuk menyelesaikan suatu masalah sehari-hari, seperti ketika kita berbelanja. Oleh karena itu, dalam pembelajaran sangat perlu dilakukan asasmen otentik untuk menjamin pembentukan kompetensi riil pada siswa.
Beberapa pembaharuan yang tampak pada penilaian otentik adalah: a) melibatkan siswa dalam tugas yang penting, menarik, berfaedah dan relevan dengan kehidupan nyata siswa, b) tampak dan terasa sebagai kegiatan belajar, bukan tes tradisional, c) melibatkan ketrampilan berpikir tingkat tinggi dan mencakup pengetahuan yang luas, d) menyadarkan siswa tentang apa yang harus dikerjakannya akan dinilai, e) merupakan alat penilaian dengan latar standar (standard setting), bukan alat penilaian yang distandarisasikan, f) berpusat pada siswa (student centered) bukan berpusat pada guru (teacher centered), dan g) dapat menilai siswa yang berbeda kemampuan, gaya belajar, dan latar belakang kulturnya.
Berikut adalah prinsip-prinsip penilaian otentik. Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran, bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran (a part of, not apart from, instruction), · Penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata (real world prob-lems), bukan masalah dunia sekolah (school work-kind of problems), Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metoda dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar. Penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran (kognitif, afektif, dan sensori-motorik). http://www.duniaguru.com - Portal Duniaguru Powered by Mambo Generated: 13 March, 2008, 18:09
Berdasarkan uraian di atas kita sadari bahwa asesmen alternatif menuntut guru untuk kreatif dan inovatif sehingga dapat mengembangkan instrumen untuk mengukur kemampuan siswa dengan cara yang lebih baik. Menurut Hart (1994) kalau guru mengubah cara mengases siswa, maka guru juga akan penting untuk peningkatan pendidikan, tetapi juga penting bagi siswa, guru, dan mengubah bagaimana dia mengajar dan bagaimana siswa belajar. Perubahan ini tidak hanya orang tua.

C. Bentuk-bentuk asesmen otentik
Bentuk-bentuk  asesmen alternatif menurut  O'Malley and Pierce (1996)
  1. Asesmen kinerja (Performance assessment).
  2. Observasi dan pertanyaan (Observation and. Presentasi dan Diskusi (Presentation and Discussion).
  3. Proyek /Pameran (Projects/Exhibition)
  4. Eksperimen/demonstrasi (Experiments/demonstration)
  5. Bercerita (Story or text retelling)
  6. Evaluasi diri oleh siswa (Self assessment)
  7. Portofolio dan Jurnal.

D. Asesmen Otentik Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
         
Salah satu ciri Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah adanya sistem asesmen/penilaian acuan kriteria dan standar pencapaian yang diterapkan secara konsisten. Untuk itu, dalam menerapkan standar kompetensi guru harus mengembangkan penilaian otentik berkelanjutan yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi yang diwujudkan dalam penilaian berbasis kelas. Penilaian berbasis kelas merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan mengidentifikasi pencapaian kompetensi dan hasil belajar yang jelas standarnya dan disertai peta kemajuan belajar secara terpadu dengan proses relajar mengajar (PBM)
Dalam asesmen pembelajaran bahasa Indonesia, aesemen yang dilakukan harus meliputi asesmen hasil belajar bahasa Indonesia dan asesmen proses belajar bahasa Indonesia. Asesmen hasil belajar bahasa Indonesia dapat diperoleh dengan menggunakan teknik tes dan nontes. Alat tes berupa soal-soal dan alat nontes berupa tugas-tugas yang diberikan.
Berkaitan dengan kurikulum berbasis kompetensi, pada prinsipnya seluruh pembelajaran (termasuk pembelajaran bahasa Indonesia) sengaja diselenggarakan untuk mencapai sejumlah tujuan, dan tujuan tersebut dapat berupa berbagai kompetensi sesuai dengan jenis mata pelajaran yang diajarkan. Sementara itu, dicapainya sejumlah kompetensi sebaiknya dapat mencerminkan kemampuan dasar yang harus dimiliki siswa setelah mereka mengikuti proses pembelajaran. Dinyatakan oleh Munandir (1997) untuk mengetahui apakah tujuan atau kompetensi yang dikehendaki sudah dikuasai siswa atau belum, dan seberapa besar tingkat penguasaan tersebut, diperlukan pengukuran dan asesmen. Agar pengukuran dan penilaian hasil belajar bahasa Indonesia siswa bermakna, dalam arti dapat memberikan informasi yang tepat mengenai kompetensi siswa sesudah dan pada saat mereka mengikuti kegiatan pembelajaran, dan dapat dijadikan umpan balik bagi pembelajaran untuk melakukan berbagai perbaikan, maka perlu perencanaan yang baik dalam melaksanakan asesmen.
            Menurut Damaianti (2007: 9) tes yang menyangkut kompetensi kebahasaan secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tes struktur dan kosakata. Sasaran tes struktur ini meliputi pemahaman dan penggunaan pembentukan kata, frasa, dan kalimat. Sedangkan untuk tes kesastraan sebaiknya difokuskan pada kemampuan apresiasi sastra yang meliputi tingkat  informasi, konsep, perspektif dan tingkat apresiasi.

E. Langkah-langkah Implementasi Asesmen Kinerja

Dalam menerapkan asesmen kinerja perlu memperhatikan beberapa tahapan. Berikut langkah-langkah yang perlu diperhatikan untuk membuat penilaian kinerja yang baik antara lain:
a. Identifikasi semua langkah-langkah penting yang diperlukan atau yang akan mempengaruhi hasil akhir yang terbaik
b. Tuliskan perilaku kemampuan-kemampuan spesifik yang penting dan diperlukan untuk menyelesaikan tugas dan menghasilkan hasil akhir yang terbaik;
c. Usahakan untuk membuat kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur tidak terlalu banyak sehingga semua kriteria tersebut dapat diobservasi selama siswa melaksanakan tugas
d. Definisikan dengan jelas kriteria kemampuan yang akan diukur berdasarkan kemampuan siswa yang harus dapat diamati (observable) atau karakteristik produk yang dihasilkan
e. Urutkan kriteria kemampuan yang akan diukur berdasarkan urutan yang dapat diamati
   (Hibbard (1995)

Contoh-contoh Asesmen
Model Skala Gabungan

Menceritakan kembali cerita
Nama:
Kelas:

NO
Aspek Yang Dinilai
Tingkat Kemampuan


1
2
3
4
1
Ekspresi Fisik

ü   


2
Vokal


ü   

3
Pemahaman


ü   

4
Penghayatan



ü   
5
Penampilan


ü   


Jumlah
15

Keterangan:
a. Deskripsi tingkat kemampuan
4 = baik sekali
3 = baik
2 = cukup
1 = kurang
b. Deskripsi kriteria skor setiap item

(1) Ekpresi fisik

4 = seluruh gerakan sangat sesuai dengan isi cerita
3 = seluruh gerakan sesuai dengan isi cerita
2 = seluruh gerakan cukup sesuai dengan isi cerita
1 = seluruh gerakan tidak sesuai dengan isi cerita

(2) Vokal

4 = pengucapan setiap kata sangat tepat
3 = pengucapan setiap kata tepat
2 = pengucapan setiap kata cukup tepat
1 = pengucapan setiap kata kurang tepat

(3) Pemahaman

4 = dapat menceritakan jalan cerita dengan sangat baik
3 = dapat menceritakan jalan cerita dengan baik
2 = dapat menceritakan jalan cerita dengan cukup baik
1 = tidak dapat menceritakan jalan cerita dengan baik

(4) Penghayatan

4 = dapat menghayati peran setiap tokoh dengan sangat baik
3 = dapat menghayati peran setiap tokoh dengan baik
 2 = dapat menghayati peran setiap tokoh dengan cukup baik
1 = tidak dapat menghayati peran setiap tokoh dengan baik

(5) Penampilan

4 = sangat mengesankan penonton
3 = mengesankan penonton
2 = cukup mengesankan penonton
1 = tidak mengesankan penonton


c. Pengolahan skor Nilai menceritakan kembali cerita  adalah 8.

 








DAFTAR PUSTAKA
Burhan Nurgiyantoro.  2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa Indonesia.Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Damaianti, Vismaia Sabariah. 2007. “Evaluasi dalam Pembelajaran”. Makalah.
Depdiknas. (2003). Assesmen Autentik, Materi Pelatihan Terintegrasi Kompetensi
Guru Mata Pelajaran Biologi. Jakarta: Dikdasmen

Hibbard, M. (1995). Performance Assessment in the Science Classroom. New York:
The McGraw-Hill Companies.

http://www.duniaguru.com - Portal Duniaguru Powered by Mambo Generated: 13 March, 2008, 18:09

Johnson, D.W.& Johnson. R.T(2002). Meaningful Assessment. Boston: Allyn and Bacon.
O'Malley, J. Michael, and Lorraine Valdez Pierce. (1996). Authentic Assessment for English Language Learning: Practical Approaches for Teachers. New York: Addison-Wesley Publishing,
Sumarna Supranata dan Mohammad Hatta. 2004. Penilaian Portofolio Implementasi Kurikulum. Bandung: Rosdakarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar