PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
SUMIATINOR
A. Pendahuluan
Istilah penilaian atau dalam bahasa Inggris dikenal evaluation
atau assessment, bukan merupakan istilah baru bagi insan yang bergerak
pada lapangan pendidikan dan pengajaran. Pada akhir suatu program pendidikan
dan pengajaran, pada umumnya diadakan asesmen atau penilaian. Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh,
menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta
didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi
informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Tujuan asesmen
adalah untuk mengetahui apakah program pendidikan, pengajaran tersebut telah
dikuasai oleh peserta didik atau belum. Penilaian/Asesmen pencapaian kompetensi
dasar peserta didik, dilakukan berdasarkan indikator dengan menggunakan tes dan
non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran
sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan
portofolio, dan penilaian diri.
Hakikat pola penilaian yang
dikembangkan dalam Kurikulum yang berbasis kompetensi lebih diarahkan pada
pengukuran yang seimbang pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor, serta
menggunakan prinsip berkesinambungan dan otentik guna memperoleh gambaran (profiles)
keutuhan prestasi dan kemajuan belajar siswa.
Sumarna Surapranata, Muhammad
Hatta (2004) menyatakan dewasa ini, di beberapa negara termasuk Indonesia,
penggunaan tes sebagai salah satu alat penilaian sedikit demi sedikit bergeser kepenggunaan
asesmen bentuk lain (alternative assesment).
Salah satu sebab karena sebagian guru kurang memahami asesmen secara mendalam.
Kebanyakan guru tidak memiliki latar belakang pendidikan formal secara khusus
dalam penilaian pendidikan.
Berdasarkan pengamatan di
lapangan dan dari hasil observasi peneliti di SD yang digunakan PPL (Praktik
Pengalaman Lapangan), guru masih cenderung menggunakan model tes dalam
asesmennya, baik dalam menilai proses dan hasil pembelajaran, tanpa
menghiraukan apakah itu mengukur aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Di
beberapa tempat bahkan dapat dengan mudah menemukan kumpulan soal-soal,
sekalipun soal itu tidak atau belum baku atau layak untuk digunakan. Guru juga
menggunakan tes yang diperjual belikan di pasaran bebas, yang merupakan tes
yang kurang baik, dan tidak sesuai dengan kompetensi yang dituntut dalam
kurikulum.
Dengan mengkaji kenyataan yang
ditemukan di lapangan, nampak ada ketidaksesuaian antara pembelajaran dengan
sistem penilaian yang digunakan. Proses penilaian yang biasa dilakukan guru
selama ini hanya mampu menggambarkan aspek penguasaan konsep peserta didik.
Untuk itu perlu diupayakan suatu teknik penilaian yang mampu mengungkap aspek
produk maupun proses, salah satu dengan menerapkan penilaian otentik. Sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Gronlund (dalam Bistok Sirait, 1985 : 153) bahwa
sekalipun penilaian terhadap kinerja siswa itu amat penting, namun berdasarkan
hasil observasi di lapangan para guru merasa kesulitan dalam melaksanakan
karena belum memahami prosedur penggunaannya.
Sebagai contoh kasus ialah, bahwa
kegiatan pembelajaran yang melibatkan kinerja siswa dalam melakukan percobaan
sudah sering diterapkan, namun terhadap kinerja siswa tersebut belum pernah
dilakukan penilaian. Menurut pengakuan sejumlah guru SD hal ini disebabkan
penataran atau pelatihan yang secara khusus membahas penerapan penilaian
otentik belum pernah diikuti atau belum pernah diadakan di tingkat pendidikan
dasar. Kondisi tersebut mengakibatkan pengetahuan, pengalaman maupun penguasaan
guru terhadap proses asesmen masih kurang.
Agar hasil belajar dapat
diungkap secara menyeluruh, maka selain digunakan alat ukur tes obyektif dan
subyektif perlu dilengkapi dengan alat ukur yang dapat mengetahui kemampuan
siswa dari aspek kerja ilmiah (keterampilan dan sikap ilmiah) dan seberapa baik
siswa dapat menerapkan informasi pengetahuan yang diperolehnya. Alat penilaian yang
diasumsikan dapat memenuhi hal tersebut antara lain adalah dengan penilaian
otentik yang meliputi jenis Penilaian Kinerja (Performance Assess-ment),
Penilaian Karya (Product Assessment), Penilaian Penugasan, Penilaian
Proyek, dan Penilaian Portofolio. Asesmen otentik adalah praktik asesmen yang
secara langsung dan bermakna dalam arti
apa yang diases adalah merupakan sesuatu yang benar-benar diperlukan dalam
kehidupan nyata siswa
Dengan menerapkan penilaian otentik terhadap siswa, dapat dikumpulkan bukti-bukti
kemajuan siswa secara aktual yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya. Selain itu penilaian dengan
cara ini dirasakan lebih adil dan fair bagi siswa serta dapat meningkatkan
motivasi siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.(Asmawi,
Z. dan Nasution, N. 1994).
Berdasarkan uraian di atas
kiranya perlu diadakan pelatihan merancang asesmen otentik berdasarkan
kompetensi dasar yang tertera dalam silabus masing-masing mata pelajaran,
karena dapat menambah wawasan guru tentang bentuk asesmen/penilaian
alternative. Pelatihan ini
difokuskan pada asesmen otentik pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
B. Pengertian Asesmen Otentik
Dalam PP No. 19 tahun 2005
tentang standar Nasional Pendidikan dalam pasal 64 ayat 1 dinyatakan bahwa
penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pendidik dilakukan secara
berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan. Pasal 19 ayat 3
dinyatakan bahwa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah penilaian
menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus
dikuasai, dan teknik penilaian tersebut dapat berupa tes tertulis, observasi,
praktek dan penugasan.
Penilaian merupakan suatu
kegiatan yang tidak mungkin dipisahkan dari kegiatan pendidikan dan pengajaran
secara unum Semua kegiatan pendidikan yang dilakukan selalu diikuti atau
disertai dengan kegiatan penilaian. (Burhan Nurgiyantoro, 2001: 3). Pendapat
ini juga sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Jonathan.Mueller
dalam http://jonathan.mueller.faculty.noctrl.edu/toolbox/examples.htm
Assessment is an
integral part of instruction and learning. When assessment is located in the
classroom, it has the most immediate value. This is why assessment cannot be
separated from instruction. With good assessment we can improve instruction,
and with good instruction we can improve the achievement of all students.
Asesmen
otentik adalah suatu penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks
dunia “nyata” yang memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan
masalah yang memberikan kemungkinan bahwa satu masalah bisa mempunyai lebih
dari satu macam pemecahan. Dengan kata lain, asesmen otentik memonitor dan
mengukur kemampuan siswa dalam bermacam-macam kemungkinan pemecahan masalah
yang dihadapi dalam situasi atau konteks dunia nyata. Dalam suatu proses
pembelajaran, nyata. Dalam suatu proses pembelajaran, penilaian otentik
mengukur, memonitor dan menilai semua aspek hasil belajar (yang tercakup dalam
domain kognitif, afektif, dan psikomotor), baik yang tampak sebagai hasil akhir
dari suatu proses pembelajaran, maupun berupa perubahan dan perkembangan
aktivitas, dan perolehan belajar selama proses pembelajaran didalam kelas
maupun diluar kelas.
Menurut (Hart, 1994),
asesmen otentik yaitu suatu asesmen yang melibatkan siswa di dalam tugas-tugas
otentik yang bermanfaat, penting, dan bermakna. Berbagai tipe asesmen otentik
menurut Hibbard (2000) adalah: 1) asesmen kinerja, 2) observasi dan pertanyaan,
3) presentasi dan diskusi, 4) proyek dan investigasi, dan 5) portofolio dan
jurnal. Hal senada juga dijelaskan oleh David W. Johnson dan Roger T. Johnson
(2002) bahwa otentik asesmen meminta siswa untuk mendemonstrasikan keterampilan
atau prosedur dalam konteks dunia nyata.
“Authentic assessment requires
students to demonstrate desired skills or procedure in real-life contexs. To
conduct an authentic assessment in science, for example: you may assign
students to research teams that work on a cure for cancer bay (1) conducting an
experiment, (2) writing a lab report summarizeng results, (3) writing in
journal article, and making oral presentation”.
Penilaian otentik juga disebut
dengan penilaian alternatif. Pelaksanaan penilaian otentik tidak lagi
menggunakan format-format penilaian tradisional (multiple-choice, matching,
true-false, dan paper and pencil test), tetapi menggunakan format
yang memungkinkan siswa untuk menyelesaikan suatu tugas atau mendemonstrasikan
suatu performasi dalam memecahkan suatu masalah. Format penilaian ini dapat
berupa : a) tes yang menghadirkan benda atau kejadian asli ke hadapan siswa (hands-on
penilaian), b) tugas (tugas ketrampilan, tugas investigasi sederhana dan
tugas investigasi terintegrasi), c) format rekaman kegiatan belajar siswa
(misalnya: portfolio, interview, daftar cek,
dsb.
dsb.
Pada hakikatnya, kegiatan penilaian yang
dilakukan tidak semata-mata untuk menilai hasil belajar siswa saja, melainkan
juga berbagai faktor yang lain, antara lain kegiatan pengajaran yang dilakukan
itu sendiri. Artinya, berdasarkan informasi yang diperoleh dari penilaian dapat
pula dipergunakan sebagai umpan balik penilaian terhadap kegiatan pengajaran
yang dilakukan (Burhan Nurgiyantoro, 2001: 4)
(O’Malley dan Pierce, 1996:4) mendefinisikan authentic assessment
sebagai berikut:
"Authentic
assessment is an evaluation process that involves multiple forms of performance
measurement reflecting the student's learning, achievement, motivation, and
attitudes on instructionally-relevant activities. Examples of authentic
assessment techniques include performance assessment, portfolios, and
self-assessment."
Asesmen otentik menggambarkan kemampuan
siswa, prestasi, motivasi, dan sikap, pada kegiatan pembelajaran yang relevan,
yang meliputi, asesmen performansi, portofolio, dan asesmen diri).
“Authentic assessment is a term used to describe real
task that required students to perform and/or produce knowledge rather than
reproduce information others have discovered (Johnson, D.W., & Johnson R.T.
2002)
Asesmen otentik
juga merupakan sebutan yang digunakan untuk menggambarkan tugas-tugas yang riil
yang dibutuhkan siswa-siswa untuk dilaksanakan dalam menghasilkan pengetahuan
daripada mereproduksi informasi. Sebagai contoh, dalam pembelajaran
metematika seorang siswa belumlah dikatakan belajar secara bermakana bilamana
dia belum mampu menggunakan rumus-rumus matematis yang dipelajarinya untuk
menyelesaikan suatu masalah sehari-hari, seperti ketika kita berbelanja. Oleh
karena itu, dalam pembelajaran sangat perlu dilakukan asasmen otentik untuk
menjamin pembentukan kompetensi riil pada siswa.
Beberapa pembaharuan yang
tampak pada penilaian otentik adalah: a) melibatkan siswa dalam tugas yang
penting, menarik, berfaedah dan relevan dengan kehidupan nyata siswa, b) tampak
dan terasa sebagai kegiatan belajar, bukan tes tradisional, c) melibatkan
ketrampilan berpikir tingkat tinggi dan mencakup pengetahuan yang luas, d)
menyadarkan siswa tentang apa yang harus dikerjakannya akan dinilai, e)
merupakan alat penilaian dengan latar standar (standard setting), bukan
alat penilaian yang distandarisasikan, f) berpusat pada siswa (student
centered) bukan berpusat pada guru (teacher centered), dan g) dapat
menilai siswa yang berbeda kemampuan, gaya belajar, dan latar belakang
kulturnya.
Berikut adalah prinsip-prinsip
penilaian otentik. Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari proses pembelajaran, bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran (a
part of, not apart from, instruction), · Penilaian harus mencerminkan
masalah dunia nyata (real world prob-lems), bukan masalah dunia sekolah (school
work-kind of problems), Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metoda
dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar.
Penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan
pembelajaran (kognitif, afektif, dan sensori-motorik). http://www.duniaguru.com
- Portal Duniaguru Powered by Mambo Generated: 13 March, 2008, 18:09
Berdasarkan uraian di atas kita sadari bahwa asesmen
alternatif menuntut guru untuk kreatif dan inovatif sehingga dapat
mengembangkan instrumen untuk mengukur kemampuan siswa dengan cara yang lebih
baik. Menurut Hart (1994) kalau guru mengubah cara mengases siswa, maka guru
juga akan penting untuk peningkatan pendidikan, tetapi juga penting bagi siswa,
guru, dan mengubah bagaimana dia mengajar dan bagaimana siswa belajar. Perubahan
ini tidak hanya orang tua.
C. Bentuk-bentuk asesmen otentik
Bentuk-bentuk asesmen alternatif menurut O'Malley and Pierce (1996)
- Asesmen kinerja (Performance assessment).
- Observasi dan pertanyaan (Observation and. Presentasi dan Diskusi (Presentation and Discussion).
- Proyek /Pameran (Projects/Exhibition)
- Eksperimen/demonstrasi (Experiments/demonstration)
- Bercerita (Story or text retelling)
- Evaluasi diri oleh siswa (Self assessment)
- Portofolio dan Jurnal.
D. Asesmen Otentik
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Salah satu ciri Kurikulum
Berbasis Kompetensi adalah adanya sistem asesmen/penilaian acuan kriteria dan
standar pencapaian yang diterapkan secara konsisten. Untuk itu, dalam
menerapkan standar kompetensi guru harus mengembangkan penilaian otentik
berkelanjutan yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi yang
diwujudkan dalam penilaian berbasis kelas. Penilaian berbasis kelas merupakan
proses pengumpulan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan
mengidentifikasi pencapaian kompetensi dan hasil belajar yang jelas standarnya
dan disertai peta kemajuan belajar secara terpadu dengan proses relajar
mengajar (PBM)
Dalam asesmen pembelajaran
bahasa Indonesia, aesemen yang dilakukan harus meliputi asesmen hasil
belajar bahasa Indonesia dan asesmen proses belajar bahasa Indonesia.
Asesmen hasil belajar bahasa Indonesia dapat diperoleh dengan menggunakan
teknik tes dan nontes. Alat tes berupa soal-soal dan alat nontes berupa
tugas-tugas yang diberikan.
Berkaitan dengan kurikulum
berbasis kompetensi, pada prinsipnya seluruh pembelajaran (termasuk
pembelajaran bahasa Indonesia) sengaja diselenggarakan untuk mencapai sejumlah
tujuan, dan tujuan tersebut dapat berupa berbagai kompetensi sesuai dengan
jenis mata pelajaran yang diajarkan. Sementara itu, dicapainya sejumlah
kompetensi sebaiknya dapat mencerminkan kemampuan dasar yang harus dimiliki
siswa setelah mereka mengikuti proses pembelajaran. Dinyatakan oleh Munandir
(1997) untuk mengetahui apakah tujuan atau kompetensi yang dikehendaki sudah
dikuasai siswa atau belum, dan seberapa besar tingkat penguasaan tersebut, diperlukan
pengukuran dan asesmen. Agar pengukuran dan penilaian hasil belajar bahasa
Indonesia siswa bermakna, dalam arti dapat memberikan informasi yang tepat
mengenai kompetensi siswa sesudah dan pada saat mereka mengikuti kegiatan
pembelajaran, dan dapat dijadikan umpan balik bagi pembelajaran untuk melakukan
berbagai perbaikan, maka perlu perencanaan yang baik dalam melaksanakan
asesmen.
Menurut
Damaianti (2007: 9) tes yang menyangkut kompetensi kebahasaan secara garis
besar dapat dikelompokkan menjadi tes struktur dan kosakata. Sasaran tes struktur ini meliputi
pemahaman dan penggunaan pembentukan kata, frasa, dan kalimat. Sedangkan untuk
tes kesastraan sebaiknya difokuskan pada kemampuan apresiasi sastra yang
meliputi tingkat informasi, konsep,
perspektif dan tingkat apresiasi.
E. Langkah-langkah
Implementasi Asesmen Kinerja
Dalam menerapkan asesmen kinerja perlu
memperhatikan beberapa tahapan. Berikut langkah-langkah yang perlu diperhatikan
untuk membuat penilaian kinerja yang baik antara lain:
a. Identifikasi semua langkah-langkah penting
yang diperlukan atau yang akan mempengaruhi hasil akhir yang terbaik
b. Tuliskan perilaku kemampuan-kemampuan
spesifik yang penting dan diperlukan untuk menyelesaikan tugas dan menghasilkan
hasil akhir yang terbaik;
c. Usahakan untuk membuat
kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur tidak terlalu banyak sehingga
semua kriteria tersebut dapat diobservasi selama siswa melaksanakan tugas
d.
Definisikan dengan jelas kriteria kemampuan yang akan diukur berdasarkan
kemampuan siswa yang harus dapat diamati (observable) atau karakteristik
produk yang dihasilkan
e. Urutkan kriteria kemampuan yang akan diukur
berdasarkan urutan yang dapat diamati
(Hibbard
(1995)
Contoh-contoh Asesmen
Model Skala Gabungan
Menceritakan
kembali cerita
Nama:
Kelas:
NO
|
Aspek Yang Dinilai
|
Tingkat Kemampuan
|
|||
|
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
Ekspresi Fisik
|
|
ü
|
|
|
2
|
Vokal
|
|
|
ü
|
|
3
|
Pemahaman
|
|
|
ü
|
|
4
|
Penghayatan
|
|
|
|
ü
|
5
|
Penampilan
|
|
|
ü
|
|
|
Jumlah
|
15
|
Keterangan:
a. Deskripsi
tingkat kemampuan
4 = baik sekali
3 = baik
2 = cukup
1 = kurang
b. Deskripsi kriteria skor setiap item
(1) Ekpresi fisik
4 = seluruh gerakan sangat sesuai dengan isi cerita
3 = seluruh gerakan sesuai dengan isi cerita
2 = seluruh gerakan cukup sesuai dengan isi cerita
1 = seluruh gerakan tidak sesuai dengan isi cerita
(2) Vokal
4 = pengucapan setiap kata sangat tepat
3 = pengucapan setiap kata tepat
2 = pengucapan setiap kata cukup tepat
1 = pengucapan setiap kata kurang tepat
(3) Pemahaman
4 = dapat menceritakan jalan cerita dengan sangat
baik
3 = dapat menceritakan jalan cerita dengan baik
2 = dapat menceritakan jalan cerita dengan cukup
baik
1 = tidak dapat menceritakan jalan cerita dengan
baik
(4) Penghayatan
4 = dapat menghayati peran setiap tokoh dengan
sangat baik
3 = dapat menghayati peran setiap tokoh dengan
baik
2 = dapat
menghayati peran setiap tokoh dengan cukup baik
1 = tidak dapat menghayati peran setiap tokoh
dengan baik
(5) Penampilan
4 = sangat mengesankan penonton
3 = mengesankan penonton
2 = cukup mengesankan penonton
1 = tidak mengesankan penonton
c. Pengolahan skor Nilai menceritakan
kembali cerita adalah 8.
DAFTAR PUSTAKA
Burhan Nurgiyantoro. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa
Indonesia.Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Damaianti,
Vismaia Sabariah. 2007. “Evaluasi dalam Pembelajaran”. Makalah.
Depdiknas.
(2003). Assesmen Autentik, Materi Pelatihan Terintegrasi Kompetensi
Guru Mata Pelajaran
Biologi. Jakarta: Dikdasmen
Hibbard, M. (1995). Performance Assessment in the
Science Classroom. New York:
The McGraw-Hill Companies.
http://www.duniaguru.com - Portal Duniaguru
Powered by Mambo Generated: 13 March, 2008, 18:09
Johnson, D.W.& Johnson. R.T(2002). Meaningful
Assessment. Boston: Allyn and Bacon.
O'Malley, J. Michael, and Lorraine Valdez Pierce. (1996). Authentic
Assessment for English Language Learning: Practical Approaches for Teachers. New
York: Addison-Wesley Publishing,
Sumarna
Supranata dan Mohammad Hatta. 2004. Penilaian Portofolio Implementasi
Kurikulum. Bandung: Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar